Kamis, 22 September 2011

Badan Permusyawaratan Desa (BPD)


Di era otonomi daerah ini pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan kebutuhan pembangunan sendiri sesuai dengan prinsip demokrasi. Dalam mewujudkan pembangunan tersebut maka di dalam pemerintahan desa dibentuklah suatu badan tersebut bisa mewujudkan aspirasi dari masyarakat desa dan badan tersebut dinamakan Badan Permusyawaratan Desa atau sering kita sebut dengan BPD.
BPD merupakan salah satu bentuk pemerintahan perwakilan yang terdapat di desa. menurut Ndraha yang dikutip dalam buku Napitupulu (2007:15) menjelaskan bahwa :
Konsep pemerintahan perwakilan dapat dijelaskan dari konsep Governance relationship yaitu terjadinya hubungan pemerintahan diterangkan melalui berbagai pendekatan, mulai dari pendekatan parlementologi, ilmu politik, sosiologi dan antropologi.

Pemerintahan perwakilan merupakan lembaga yang berperan aktif dalam menjalankan tugasnya sebagai penghubung antara masyarakat dan pemerintah desa agar pembangunan dapat dilaksanakan secara bersama-sama. Hal tersebut sejalan dengan Napitupulu (2007:15) yang menyatakan inti dari konsep pemerintahan perwakilan itu adalah :
Rakyat bersama-sama membentuk negara dan mengisi jabatan-jabatan negara serta menyusun suatu sistem pemerintahan melalui suatu mekanisme pemilihan tertentu.

Dengan demikian pemerintahan perwakilan akan menjaring aparatur pemerintahan yang benar-benar mewakili seluruh kelompok kepentingan dalam masyarakat dan praktik pemerintah itu akan melembagakan suatu sistem pemerintahan perwakilan yang memberikan kesempatan yang sama kepada semua rakyat untuk memimpin suatu wilayah dalam proses pemerintahan.
Badan permusyarawaratan desa yang selanjutnya di sebut BPD merupakan bagian dari pemerintahan desa, sebagai bagian dari pemerintahan desa BPD timbul dari, oleh, dan untuk masyarakat desa. hal ini sebagaimana di jelaskan dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang di dalamnya mengatur tentang pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa serta dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa maka Peraturan Daerah yang mengatur tentang pedoman pembentukan Badan Permusyawaratan Desa disesuaikan pula dengan Peraturan Pemerintah tersebut.
Hal di atas sesuai dengan penjelasan pada Pasal  200, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, yang menjelaskan bahwa : “Dalam Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk Pemerintahan Desa yang terdiri dari pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)”. Sedangkan dalam pasal 209 lebih lanjut dinyatakan bahwa Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan meyalurkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang demokratis yang mencerminkan kedaulatan rakyat.
Pengertian Desa menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah Kesatuan Masyarakat Hukum Yang Memiliki Batas-Batas Wilayah Yang Berwenang untuk Mengatur dan Mengurus Kepentingan Masyarakat Setempat Berdasarkan Asal Usul dan Adat Istiadat Setempat Yang Diakui dan Dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan Desa yang semula merupakan unit Pemerintahan terendah di bawah Camat, berubah menjadi sebuah “self governing society” yang mempunyai kebebasan untuk mengurus kepentingan masyarakat setempat dan mempertanggungjawabkannya pada masyarakat setempat pula.
BPD adalah badan permusyawaratan desa yang terdiri atas ketua RW, pemangku adat, tokoh masyarakat/agama dan lainnya. Badan ini sebagai permusyawaratan di desa yang merupakan wahana untuk melaksanakan pembangunan desa berdasarkan pancasila.
Pemuka-pemuka masyarakat yang dimaksud di atas adalah pemuka-pemuka masyarakat yang terdiri dari kalangan adat, agama, organisasi sosial, politik, golongan profesi, dan unsur-unsur pemuka masyarakat lainnya yang bertempat tinggal di desa dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut PP No. 72 Tahun 2005 bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah Badan perwakilan dari penduduk desa yang bersangkutan beradasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat, yang terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan desa.
BPD merupakan suatu badan kemasyarakatan yang memiliki tugas dan wewenang yang hampir sama bahkan sama dengan DPR kalau di tingkat pusat, DPRD kalau di daerah maka dalam menjalankan tugasnya harus dengan penuh tanggung jawab.
Adapun pengertian BPD itu sendiri adalah Badan Permusyawaratan Desa yang terdiri dari atas pemuka-pemuka masyarakat yang berfungsi mengayomi adat-istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintah Desa.
BPD terbentuk sebagai salah satu implementasi daripada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang erat kaitannya dengan pemerintahan desa dikenal sebagai badan perwakilan desa. berdasarkan atas pergantian Undang-Undang tersebut dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 maka kata perwakilan diganti dengan permusyawaratan dengan demikian BPD berganti nama menjadi Badan Permusyawaratan Desa, sesuai dengan fungsinya, maka BPD ini dapat dikatakan sebagai lembaga perwakilan atau DPR kecil yang berada di desa yang mewadahi aspirasi masyarakat.
1.    Kedudukan dan Keanggotaan BPD
a.    Kedudukan BPD
Menurut Undang – undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahaan daerah disebut bahwa desa di bentuk pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa yang merupakan pemerintahan desa, jadi BPD berkedudukan sebagai bagian dari pemerintah desa yang dipegang oleh kepala desa dan perangkat desa lainnya. BPD merupakan badan permusyawaratan desa sebagai wahana untuk melaksanakan demokrasi pancasila. Kedudukan BPD adalah sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Desa terlihat pasal 209 Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa : “Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.”
Kedudukan sejajar sebagai mitra daripada pemerintah desa hal ini terlihat pada pasal di atas, maka BPD dapat disebut sebagai lembaga perwakilan desa dimana fungsinya lebih menekankan pada pengawasan terhadap : 1) pengawasan terhadap pelaksana peraturan desa dan peraturan lainnya, 2) pelaksana keputusan kepala desa, 3) pelaksana anggaran pendapatan dan belanja desa, 4) kebijakan desa.
b.   Keanggotaan BPD
Keanggotaan BPD terdiri atas calon-calon yang diajukan oleh kalangan adat, agama, organisasi sosial politik/organisasi kemasyarakatan pemuda, golongan profesi dan unsur-unsur pemuka masyarakat lainnya yang memenuhi persyaratan.
Jumlah anggota BPD menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, yakni :
Menurut pasal 30, anggota BPD :
1)      Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.
2)      Anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari, Ketua Rukun Warga, Pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya.
3)      Masa Jabatan anggota BPD selama 6 (enam) tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

Menurut peraturan pemerintah diatas dikatakan bahwa anggota BPD merupakan penduduk desa yang sudah lama tinggal di desa, dan yang pendatang tidak mampu menjadi anggota BPD. Anggota BPD terdiri dari RW, pemangku adat golongan profesi, dan sebagainya serta masa jabatan anggota BPD selama 6 tahun dan dapat dajukan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya.
Menurut pasal 31 jumlah Anggota BPD adalah :
Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil,  paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan desa.
         
Menurut pasal diatas Anggota BPD sudah ditetapkan minimal 5 orang dan maksimal yakni 11 orang dari penduduk desa. Karena disesuaikan dengan jumlah warga dan keterwilayahan serta keuangan desa.
Sedangkan anggota BPD menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yakni :
(1) Anggota badan permusyawaratan desa adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.
(2) Pimpinan badan permusyawaratan desa dipilih dari dan oleh anggota badan permusyawaratan desa.
(3) Masa jabatan anggota badan permusyawaratan desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
(4) Syarat dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan badan permusyawaratan desa diatur dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Menurut pasal diatas bahwa pemimpin BPD serta anggota BPD harus dipilih oleh masyarakat dan masa jabatan 6 tahun dan dapat pilih kembali untuk 1 kali masa jabatan. Syarat untuk menjadi anggota BPD sudah ditetapkan dalam peraturan daerah kabupaten bandung untuk BPD Desa Cangkuang Wetan.
2.      Tugas Pokok, Wewenang, Kewajiban dan Hak BPD
a.       Tugas Pokok BPD
BPD mempunyai tugas menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa dengan memusyawarahkan setiap rencana yang diajukan oleh kepala desa sebelum ditetapkan menjadi peraturan desa.
Adapun fungsi Badan Permusyawaratan Desa menurut PP No. 72 Tahun 2005 adalah :
1)      Menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa.
2)      Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Fungsi BPD menurut Peraturan Pemerintah yakni menetapkan peraturan desa bersama dengan kepala desa, disini BPD dan pemerintah desa (kepala desa beserta aparat) merupakan mitra , bekerja sama membangun kesejahteraan masyarakat desa serta berfungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat sebagai ungkapan, ide/gagasan untuk kehidupan yang lebih baik.
b.      Wewenang BPD
Adapun wewenang dari BPD menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 pasal 35 adalah :
1        Membahas rancangan  peraturan desa bersama kepala desa.
2        Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa.
3        Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa.
4        Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
5        Menyusun tata tertib BPD.
Sesuai dengan peraturan pemerintah tersebut memiliki wewenang menjadi pengawas yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah desa, peraturan desa, anggaran pendapatan desa, keputusan kepala desa, serta kerjasama yang dilaksanakan antar desa atau perjanjian-perjanjian yang diadakan untuk kepentingan desa. 
Selain itu juga BPD memiliki kewenangan untuk menampung aspirasi masyarakat yaitu dengan menanganginya secara langsung serta menyalurkan aspirasi yang diterima dari masyarakat kepada pejabat atau instansi yang berwenang untuk kesejahteraan masyarakat serta pembangunan desa.
c.       Kewajiban BPD
Dalam Peraturan Pemerintah  Nomor 72 Tahun 2005 pasal 37 bahwa   anggota BPD mempunyai kewajiban yaitu :
1)      Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan
2)      Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa
3)      Mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
4)      Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
5)      Memproses pemilihan kepala desa
6)      Mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan
7)      Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat; dan menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.
Dalam upaya mewujudkan pelaksanaan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa agar mampu menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan penyelenggaraan administrasi Desa, maka setiap keputusan yang diambil harus berdasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat. Oleh karena itulah, Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi mengayomi adat istiadat, menetapkan peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta mengawasi pelaksanaan peraturan Desa dan peraturan Kepala Desa, mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa.
Anggota BPD mempunyai kewajiban mangamalkan pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan, melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, mempertahankan dan memilihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat, memproses pemilihan kepala desa, mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan, menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat, dan menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga masyarakat.
                   c.            Hak BPD
Pada Pasal 36 dijelaskan bahwa BPD mempunyai hak :
a)    meminta keterangan kepada Pemerintah Desa
b)    menyatakan pendapat.

Menurut pasal diatas dijelaskan bahwa BPD memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban dari pemerintah desa untuk dipertanggungjawabkan kepada masyarakat serta menyatakan pendapat kepada pemerintah desa.
Sedangkan, Pada Pasal 37 Anggota BPD mempunyai hak :

a)    mengajukan rancangan peraturan desa
b)    mengajukan pertanyaan
c)    menyampaikan usul dan pendapat
d)    memilih dan dipilih; dan
e)    memperoleh tunjangan.

Hak BPD untuk meminta keterangan dan pendapatan merupakan salah satu bentuk cara pengawasan agar tugas-tugas yang diemban oleh BPD dapat berjalan dengan baik dan dapat mempertanggungjawabkan kepada masyarakat.
5. BPD dalam Community Civics
      Dalam pelaksanaannya pengorganisasian civics walaupun sudah diusahakan pengorganisasian secara psikologis tetapi didalam praktek para pendidik merasa tidak puas terhadap penyelanggaraan civics.
Pada tahun 1907 lahir gerakan Community Civics sebagai reaksi dari ketidakpuasan terhadap civics yang dipelopori oleh W.A Dunn dimaksudkan agar pelajaran civics lebih lingkungan social fungsional bagi pelajar. Yaitu dengan memperluas bahannya mencakup lingkungan atau kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan ruang lingkup lokal maupun internasional (Community civics) serta dibicarakan pula prinsip-prinsip ekonomi dalam pemerintahan (economic civics), usaha-usaha swasta dan masalah pekerjaan warga Negara (Vocational civics). Karena sebelumnya, civics hanya mempelajari konstitusi dan pemerintahan saja, lingkungan social kurang diperhatikan. Sehingga isi civics menurut gerakan Community Civics disamping mempelajari konstitusi dan pemerintahan juga mempelajari tentang :
a.       Community Civics
b.      Economic Civics
c.       Vocational Civics
      Maka melihat isi civics berkembang dari demokrasi politik, menjadi lebih luas cakupannya dengan bertambahnya ekonomi dan demokrasi social. community civics, yang intinya kaitan antara warga Negara, induvidu dengan government, hak dan kewajiban sebagai warga Negara dari sebuah Negara, hukum, demokrasi, dan partisipasi, kesiapan warga Negara sebagai bagian dari warga dunia.
      Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Community Civics adalah untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945, berbagai program pengembangan masyarakat telah di lakukan oleh pemerintah, yang bertujuan meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat.
Pada era pembangunan  masa lalu proses pengembangan masyarakat mulai dari tahap identifikasi masalah dan kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi program dilakukan oleh pemerintah dengan orientasi pada hasil atau produksi (production centered development) tanpa melibatkan masyarakat, sehingga telah mengakibatkan kerusakan terhadap sumberdaya alam yang mengancam keberlanjutan pembangunan itu sendiri serta mengabaikan aspek-aspek pemerataan dan keadilan sosial bagi masyarakat, sehingga menimbulkan persoalan-persoalan bagi masyarakat, seperti kemiskinan dan ketimpangan struktur sosial yang tajam antara lapisan masyarakat bawah yang semakin miskin dan termarjinalkan dengan lapisan masyarakat atas yang semakin kaya.
Pengembangan masyarakat sekarang diserahkan pada masyarakat dengan paradigma pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat keseluruhan (people centered development), sedangkan pihak pemerintah berfungsi memfasilitasi terciptanya lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi dengan menggali inisiatif dan partisipasi masyarakat lokal serta memelihara dan menjaga kelestarian sumberdaya alam sehingga pembangunan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan (sustainable development).
      Partisipasi masyarakat desa dapat dikembangkan dengan lebih luas, tidak terbatas sebagai pelaksana dan penerima manfaat dari program pengembangan masyarakat, tetapi diharapkan secara aktif dapat terlibat langsung dalam proses pelaksanaan program-program dan kegiatan yang dilaksanakan di desa. Untuk merealisasikan hal tersebut diperlukan peran aktif dari berbagai kelembagaan yang ada di desa, terutama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang dapat mewadahi aspirasi masyarakat serta melakukan evaluasi dan kontrol atas pelaksanaan berbagai kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintahan desa. Untuk menunjang peran partisipasi aktif dari masyarakat desa, diperlukan adanya kelembagaan yang dibentuk oleh masyarakat sendiri (bottom up), bukan lagi bentukan dari pemerintah (top down).
      Sehubungan dengan itu, diperlukan langkah-langkah baik oleh pemerintah maupun masyarakat (stakeholders) sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dalam mengembangkan potensi sumberdaya alam yang tersedia pada tingkat lokal, dengan tetap menjaga dan memelihara kelestarian potensi sumberdaya alam tersebut. Hal ini dapat dijadikan model bagi terciptanya pembangunan berbasis kompetensi masyarakat lokal dan model pembangunan berkelanjutan.

Efektifitas


1.         Pengertian Efektifitas
Istilah efektif (effective) dan efisien (efficient) merupakan dua istilah yang saling berkaitan dan patut dihayati dalam  upaya untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Tentang arti dari efektif maupun efisien terdapat beberapa pendapat.
Miller (dalam Tangkilisan, 2005 :138) mengemukakan bahwa “Efectiveness be de fine as the degree to which a social system achieve its goals. Effectiveness must be distinguished from efficiency. Efficiency is mainly concerned with goals attained ments” artinya efektifitas dimaksud sebagai tingkat seberapa jauh suatu system sosial mencapai tujuannya.
Chester I. Barnard (dalam Prawirosentono, 1999:26), mengemukakan bahwa pada dasarnya pengertian efektifitas yang umum menunjukan pada taraf tercapainya hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan pengertian efisien, meskipun sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya. Efektifitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan efisien lebih melihat pada bagaimana cara mencapai hasil yang dicapai dengan membandingkan antara input dan outputnya.
Efektifitas ini harus dibedakan dengan efisiensi. Efisiensi terutama mengandung pengertian perbandingan antara biaya dengan hasil, sedangkan efektifitas secara langsung dihubungkan dengan pencapaian suatu tujuan. Sedangkan menurut Georgopualos dan Tannebaum (dalam Tangkilisan, 2004 :139)
    
Effectiveness as the extent to which an organization as a social system, given certain resources and mean, fulfill it’s objective whithout placing starin upon it’s members”, artinya efektifitas adalah tingkat sejauh mana suatu organisasi yang merupakan system sosial dengan segala sumber daya dan sarana tertentu yang tersedia memenuhi tujuan-tujuannya. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa efektifitas menunjukkan pada tingkat sejauh mana melaksanakan kegiatan atau fungsi-fungsi sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan menggunakan secara optimal alat-alat dan sumber-sumber yang ada.
Efektifitas dari suatu kelompok (organisasi) adalah bila tujuan kelompok tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sedangkan efisien berkaitan dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan.

Desa


1.  Pengertian Desa
Desa, menurut definisi universal, adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa.
Apabila dilihat dari asal kata, desa berasal dari bahasa sansekerta yaitu, “deshi” yang berarti “tanah kelahiran”. Bintarto (1989:11) memberikan definisi tentang desa yaitu sebagai berikut : “ Desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografis, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di suatu daerah dalam hubungan dan pengaruh secara timbal balik dengan daerah lainnya”. Dari pengertian tersebut terlihat bahwa, suatu desa harus memiliki beberapa syarat yaitu geografis, sosial, ekonomi, politik,dan kultural yang bersatu dan memiliki kesamaan.
Desa secara etomologi berasal dari bahasa Sansekerta, desa yang berarti tanah air, tanah asal atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village diartikan sebagai “a group of houses and shops in a country area, smaller than a town”.
Istilah desa hanya dikenal di Jawa, sedangkan luar Jawa misalnya di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, sebutan untuk wilayah dengan pengertian serupa desa sangat beranekaragamn, sesuai dengan asal mula terbentuknya area desa tersebut, baik berdasarkan pada prinsip-prinsip ikatan genealogis, atau ikatan teritorial, dan bahkan berdasarkan tujuan fungsional tertentu (semisal desa petani atau desa nelayan, atau desa penambangan emas) dan sebagainya.
Pengertian desa menurut kamus Poerwadarminta (1976) adalah :
“sekelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan, kampung (di luar kota); dusun;... 2 dusun atau udik (dalam arti daerah pedalaman sebagai lawan dari kota); ...”. desa menurut kamus tersebut terutama dalam arti fisik. Lain lagi dengan istilah desa dalam rembug desa, yang berarti fisik, masyarakat dan pemerintahannya.

Sedangkan menurut Sutardjo kartohandikusumo (1953:2) menyatakan bahwa “Desa adalah suatu kesatuan hukum tempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintah sendiri “. Dimana desa diberi kekuasaan untuk mengatur dan mengurus desa sendiri sesuai dengan kemampuan desa tersebut.
Sedangkan menurut Paul H. Landis : Desa adalah daerah yang penduduknya kurang dari 2.500 Jiwa. Dengan ciri-ciri sebagai berikut :
                      a.      Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
                     b.      Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.
                      c.      Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan. (http://www.gudangmateri.com/2010/04/masyarakat-desa dan-masyarakat-kota.html)

Definisi tentang desa sampai sekarang masih belum jelas, tidak ada satu batasan pun yang memenuhi syarat secara umum dapat ditetapkan untuk segala macam kepentingan. Oleh karena itu penulis mencoba mengutip dalam Undang – Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa pasal 1 point 12 bahwa :
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Soekanto (2004:153), menyatakan dalam masyarakat yang modern sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dengan masyarakat perkotaan (urban community). Kedua tipe masyarakat tersebut selalu mempunyai hubungan, karena betapapun kecilnya desa pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Supaya lebih jelas, di bawah ini penulis karakteristik dari kedua tipe masyarakat tersebut.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan kelurahan, desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat ditingkatkan statusnya menjadi kelurahan. Dan kewenangan desa adalah :
1.      Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang ssudah ada berdasarkan hak asal usul desa.
2.      Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.
3.      Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
4.      Urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepada desa.
5.      Pemerintahan desa.
6.      Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan desa terdiri atas pemerintah desa (yang meliputi kepala desa dan perangkat desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

2.      Sejarah Desa Di Indonesia
Perihal terbentuknya desa hingga sekarang sulit diketahui secara pasti kapan awalnya, akan tetapi mengacu pada prasasti Kawali di Jawa Barat sekitar tahun 1350 M, dan prasasti Walandit di daerah Tengger Jawa Timur pada tahun 1381 M. Maka desa sebagai unit terendah dalam struktur pemerintahan Indonesia bukan bentukan Belanda.
Terbentuknya desa di Kawali dengan terbantuknya kelompok masyarakat akibat sifat manusia sebagai makhluk sosial, dorongan kodrat, atau sekeliling manusia, kepentingan yang sama dan bahaya dari luar. Istilah desa berasal dari bahasa Sanksekerta yang artinya Tanah Tumpah Darah, dan perkataan Desa hanya dipakai di daerah Jawa dan Madura, sedangkan daerah  lain pada saat itu (sebelum masuknya Belanda) namanya berbeda seperti Gampong dan Meunasah di Aceh, Huta di Batak Nagari di Sumatera Barat dan sebagainya. Pada hakekatnya bentuk desa dapat dibedakan menjadi dua yaitu Desa Geneologis dan Desa Tradisional. Sekalipun bervariasi nama Desa ataupun daerah hukum yang setingkat Desa di Indonesia, akan tetapi asas atau landasan hukumnya hampir sama yaitu adat, kebiasaan dan hukum adat.
Jauh sebelum menjajah Indonesia, Desa dan yang sejenis dengan itu telah ada mapan di Indonesia. Mekanisme penyelenggaraan pemerintahannya dilaksanakan berdasarkan hukum adat. Setelah pemerintah Belanda memasuki Indonesia dan mebentuk undang-undang tentang pemerintahan  di Hindia Belanda (Regeling Reglemen), desa diberi kedudukan hukum. Kemudian untuk menjabarkan perundangan dimaksudkan, belanda mengeluarkan Inlandsche Gemeente Ordonnantie, yang hanya berlaku untuk Jawa dan Madura. Sekalipun Regeling Reglemen, akhirnya pada tahun 1924 diubah dengan Indische Staatsregeling akan tetapi  pada prinsipnya tidak ada perubahan, oleh karena itu IGO masih tetap berlaku. Kemudian untuk daerah luar jawa, Belanda mengeluarkan Inlandsche Gemeente Ordonnantie Buitengewesten atau disingkat (IGOB) tahun 1938 Nomor 490.
3.         Pemerintah Desa
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 202, Pemerintah Desa terdiri atas Kepala Desa dan Perangkat Desa. Kepala Desa adalah pemimpin pemerintah desa. Sedangkan perangkat desa adalah unsur pemerintah desa yang terdiri dari unsur staf, unsur pelaksana teknis, dan unsur wilayah. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya.
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya Kepala Desa bertanggungjawab kepada rakyat melalui BPD dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Bupati dengan tembusan Camat. Sedangkan Perangkat Desa dalam melaksanakan tugasnya bertanggungjawab kepada Kepala Desa. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Desa dan perangkat desa berkewajiaban melaksanakan koordinasi atas segala pemerintahan desa, mengadakan pengawasan, dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas masing-masing secara berjenjang.
Apabila terjadi kekosongan perangkat Desa, maka Kepala Desa atas persetujuan BPD mengangkat pejabat perangkat desa. Yang dimaksud dengan pemerintah desa adalah kegiatan dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan perangkat Desa. bertitik tolak dari hal di atas bahwa Pemerintahan desa dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD.
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai  kesatuan masyarakat, termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Konsep pemerintah desa terdiri dari dua sub konsep yaitu desa dan pemerintah. Untuk itu, sebelum mencoba mencari pemahaman tentang konsep pemerintah desa secara menyeluruh, terlebih dahulu diuraikan penjelasan mengenai desa dan pemerintah sehingga pemahaman terhadap pemerintah desa dan pemerintah sehingga pemahaman terhadap pemerintah desa diharapkan akan lebih lengkap.
Konsep pertama yang perlu dibahas adalah mengenai  desa. Sejak dahulu di Indonesia telah ada dan dikenal satuan-satuan masyarakat kecil menyelenggrakan urusan rumah tangga sendiri. Di Jawa satuan masyarakat itu disebut desa.
Mengenai pengertian desa, Ndraha (1982:42), berpendapat bahwa sebagai suatu konsep umum, desa atau “Village” adalah jiika dilihat dari segi fisik merupakan :
1)      Sekelompok rumah
2)      Rumah-rumah itu merupakan suatu kesatuan
3)      Terletak di pedalaman (pedesaan), dan
4)      Kecil (lawan dari kota) 

Pengertian diatas dikatakan bahwa desa merupakan sekelompok orang/ masyarakat yang hidup dipedalaman jauh dari kehidupan kota yang hiruk pikuk kendaraan serta desa merupakan komunitas yang kehiduan masyarakatnya bergotong royong peduli satu dengan yang lainnya.
4.         Kepala Desa
Kepala desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapikan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 Tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa juga memiliki wewenang menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.
Kepala desa dipilih langsung melalui Pemilihan kepala Desa (Pilkades) oleh penduduk desa setempat. Syarat-syarat menjadi calon Kepala Desa sesuai dengan peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005, Sebagai Berikut :
1.      Bertakwa kepada Tuhan YME
2.      Setia Kepada pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 dan NKRI, serta pemerintah
3.      Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat
4.      Berusia paling rendah 25 tahun
5.      Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa
6.      Penduduk desa setempat
7.      Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 tahun
8.      Tidak dicabut hak pilihnya
9.      Belum pernah menjabat Kepala desa paling lama 10 tahun atau 2 kali masa jabatan
10.  Memenuhi syarat lain yang diatur Perda Kab/Kota.

Menurut peraturan pemerintah diatas bahwa kepala desa adalah pemimpin yang merupakan contoh bagi masyarakat yang dipimpinnya. Kepala desa mempunyai tugas dalam menyelenggarakan urusan pemerintah. Oleh karena itu pendidikan sangat penting serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan taat kepada peraturan yang telah ada dan setia kepada Pancasila sebagai ideologi masyarakat Indonesia.
5.      Perangkat Desa
Perangkat desa bertugas membantu Kepala desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Salah satu perangkat desa adalah Sekretaris desa, yang diisi dari Pegawai Negeri Sipil. Sekretaris Desa diangkat oleh Sekretaris daerah kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota.
Perangkat desa lainnya diangkat oleh kepala desa dari penduduk desa, yang ditetapkan dengan keputusan kepala desa.
6.      Kedudukan dan Fungsi Desa
Pemerintah desa terdiri dari kepala desa dan perangkat desa. pemerintah desa dipimpin oleh seorang kepala desa yang dalam melaksanakan tugasnya mempunyai hak dan kewajiban.
Mengenai tugas dan kewajibannya pemerintah desa bertugas sebagaimana tercantum Peraturan Pemerintah Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Peraturan Pengaturan Mengenai Desa dimana tugasnya adalah sebagai berikut :
a.       Memimpin penyelenggaraan pemerintah desa
b.      Membina kehidupan masyarakat desa
c.       Membina perekonomian masyarakat desa
d.      Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa
e.       Mendamaikanperselisihan warga masyarakat desa
f.       Mewakili desanya didalam atau diluar pengadilan dan menunjukan kuasa hukumnya.
Dalam menyelenggarakan pemerintahannya tersebut pemerintah desa diberi kewenangan yang bebas untuk mengurus desa tersebut. Adapun urusan pemerintah yang menjadi kewenangan desa mencakup :
a.       Urusan poemerintahan yang sudah ada berdasarkan asal usul desa;
b.      Urusan pemerintah yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa
c.       Tugas pembatuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota;
d.      Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa. 
7.      Masyarakat Desa
Masyarakat pedesaan merupakan masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan dan dikategorikan sebagai masyarakat yang hidup di dalam suasana, cara dan pemikiran pedesaan. Masyarakat pedesaan mempunyai ciri dan kepribadian sendiri. Mereka hidup secara berdampingan dengan penuh kebahagian, tolong-menolong dan gotong-royong yang disertai dengan suasana alam yang masih sederhana. Pekerjaan mereka masih tergantung dari pertanian yang digarap secara tradisional.
Warga masyarakat desa mempunyai hubungan yang lebih erat dan mendalam dibandingkan dengan warga masyarakat desa lainnya di luar batas wilayahnya. Sistem kehidupan masyarakat desa adalah berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Siswopangritno dan Suprihadi (1984:37) memberikan batasan tentang masyarakat desa sebagai berikut :
Masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang tinggal di pedesaan dan dikategorikan sebagai masyarakat yang masih hidup melalui dan dalam suasana dari pemikiran alam pedesaan. Biasanya mereka bekerja, berbicara, berfikir dan melakukan kegiatan apapun selalu mendasarkan kepada apa-apa yang biasa berlaku di daerah pedesaan.

Dapat dikatakan bahwa masyarakat pedesaan lebih kepada adat istiadat mereka atau kebiasaan yang dilakukan dengan cara turun menurun, cara berfikir mereka pun masih jauh dari kata berfikir logika yang penting bagi mereka yaitu hidup dari kebiasaan dan adat istiadat yang sudah mereka anut semenjak dari kecil yang di tanamkan oleh kedua orang tuanya. Oleh karena itu masyarakat mempunyai karakteristik yang beragama.
Karakteristik masyarakat pedesaan dikemukakan oleh Soekanto (2004:153-155) sebagai berikut :
1)      Mempunyai hubungan yang lebih erat dan mendalam dibandingkan dengan warga masyarakat lainnya.
2)      Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan.
3)      Pada umumnya hidup dari pertanian.
4)      Cara bertani sangat tradisional dan dilakukan semata-mata untuk memenuhi kehidupannya sendiri serta tidak dijual (subsistence farming).
5)      Golongan orang tua pada umumnya memegang peranan penting.
6)      Hubungan antara penguasa dengan rakyat berlangsung secara tidak resmi.
7)      Segala sesuatu dijalankan atas dasar musyawarah.
8)      Tidak adanya mekanisme pembagian kerja yang tegas.

Soekanto menegaskan bahwa karakteristik masyarakat pedesaan itu sangat erat dan mendalam dengan masyarakat yang berada disekitarnya serta berkehidupan dari ladang atau lahan pertaniannya serta menganut system tradisional yang tinggi dan segala sesuatu masyarakat pedesaan selalu mengutamakan dengan musyawarah namun dalam sistem organisasi belum tampak dengan baik.
Sedangkan menurut Siagian (1983:2), pada umumnya masyarakat pedesaan mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1)      Kehidupan di pedesaan erat hubungannya dengan alam, mata pencaharian tergantung kepada alam serta terikat pada alam.
2)      Pada umumnya semua anggota keluarga mengambil nagian dalam kegiatan bertani walaupun kekerabatan berbeda.
3)      Orang desa sangat terikat pada desa dan lingkungannya, apapun yang ada di desa sukar dilupakan sehingga perasaan akan desanya merupakan sebuah ciri yang nampak.
4)      Di pedesaan segala sesuatu seolah-olah membawa kehidupan yang rukun, perasaan sepenanggungan, jiwa tolong-menolong sangat kuat dihayati.
5)      Corak feodalisme masih nampak walaupun sudah mulai pudar.
6)      Hidup di pedesaan banyak berkaitan dengan adat istiadat dan kaidah-kaidah yang diwarnai dari suatu generasi ke generasi berikutnya sehingga masyarakat pedesaan dicap statis.

Dari pendapat di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa kehidupan masyarakat pedesaan pada umumnya memiliki ciri yang bersifat paguyuban. Dengan segala homogenitasnya, nilai perasaan selalu mendominasi cara berfikir mereka, akibatnya mereka kurang berani mengungkapkan hal-hal yang dianggap tabu dan tidak sopan menurut meraka.
Dari definisi di atas tersebut, sebetulnya desa merupakan bagian vital bagi keberadaan bangsa Indonesia. Vital karena desa merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini terbukti keragaman tersebut telah menjadi keuatan penyokong bagi tegak dan eksisnya pembangunan bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa ditawar dan tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh.
8.      Ciri-ciri (Karakteristik) Masyarakat Desa
Menurut pakar sosiologi Soemardjo (Mutakin, 2000:5) merumuskan suatu definisi masyarakat yaitu : “Orang-orang yang hidup bersama menghasilkan suatu kebudayaan”. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama. Dari pengertian diatas, maka suatu masyarakat memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Manusia yang hidup bersama, dua atau lebih dari dua orang.
b.      Bergaul dalam jangka waktu yang relatif lama.
c.       Setiap anggotanya menyadari sebagai suatu kesatuan.
d.      Bersama membangun sebuah kebudayaan yang membuat keteraturan dalam kehidupan bersama.
Warga masyarakat desa mempunyai hubungan yang lebih erat dan mendalam di bandingkan dengan warga masyarakat desa lainnya di luar batas wilayahnya. Sistem kehidupan masyarakat desa adalah berkelompok atas dasar sistem kekluargaan.
Masyarakat pedesaan pada umumnya memiliki ciri kehidupan yang bersifat paguyuban. Dengan segala homogenitasnya, nilai perasaan selalu mendominasi cara berfikir mereka, akibatnya mereka kurang berani mengungkapkan hal-hal yang dianggap tabu dan tidak sopan menurut ukuran mereka. Oleh karena itu bimbingan dan penerangan tentang modernisasi perlu digalakkan di pedesaan agarmasyarakat desa mampu berfikir kritis, dinamis, dan terbuka sehingga mereka mampu mengejar ketertinggalan dari pembangunan masyarakat kota.
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga (2006:15) seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mengenal ciri-ciri sebagai berikut :
1)   Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta, kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong-menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
2)   Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan, tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman perasaan.
3)   Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja. (lawannya Universalisme)
4)   Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan. (lawannya Prestasi)
5)   Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.
Penduduk suatu desa haruslah suatu kesatuan masyarakat yang utuh. Setiap satuan masyarakat perlu diberi atau ia memiliki tanggung jawab tertentu secara langsung dalam soal pemerintahan dan pembangunan. Agar setiap satuan masyarakat mempunya tanggung jawab secara langsung dalam soal pemerintahan dan pembangunan desanya, masyarakat itu harus diberi atau memiliki peranan atas suatu atau beberapa fungsi terhadap beberapa langkah pemerintah dan pembangunan.
9.      Tipologi Desa
Menurut Didik Sukriono (2010:176) Tipologi menggambarkan tipe atau pola, ataupun sebagai pencerminan model berdasarkan kemiripan atau keserupaan ciri-ciri dan potensi dan kondisi sumber daya (alam, manusia, dan buatan) yang dimiliki oleh suatu desa, dapat pula dikaitkan dengan aspek topografinya, kegiatan ekonomi daerah yang dominan, kemampuan keswadayaan masyarakat, dan lainnya.
a.       Tipologi desa berdasarkan aspek Topografinya.
Tipologi desa dapat dilakukan berdasarkan aspek topografinya, maka tipologi desa dibagi sekurang-kurangnya menjadi empat, yaitu :
1)      Desa daerah Pegunungan
2)      Desa Dataran Tinggi
3)      Desa Dataran Rendah
4)      Desa (Pesisir) Pantai
      Desa pegunungan dapat meliputi desa agrobisnis, desa pariwisata, desa agro industri, dan desa non pertanian, demikian pula dengan desa dataran tinggi, desa dataran rendah, dan desa pantai masing-masing dapat meliputi empat macam tipe desa berdasarkan kegiatan sektoral.
b.      Tipologi Desa Berdasarkan Kegiatan Pokok.
Tipologi desa didasarkan pada kegiatan pokoknya atau yang menonjol, maka dapat dibuat tipologi desa sebagai berikut :
1)      Desa Sektor Agrobisnis
      Agrobisnis mencakup kegiatan pengolahan (manufacturing) dan distribusi suplai input pertanian, penyimpangan prosessing dan distribusi komoditas pertanian.
      Komoditas pertanian tersebut meliputi :
a)      Tanaman palawija
b)      Tanaman holtikultura
c)      Tanaman pangan
d)     Tanaman hasil perkebunan
e)      Hasil hutan
f)       Peternakan
g)      Perikanan darat
h)      Perikanan laut
2)      Desa Sektor Agroindustri
Desa agroindustri yaitu kegiatan prosessing hasil pertanian (hasil kehutanan) menjadi barang yang langsung dikonsumsi atau setengah jadi, diantara lain :
a)      Industri makanan, minuman, atau tembakau
b)      Industri tekstil, pakaian dan kulit
c)      Industri kayu dan barang dari kayu.
3)      Desa Pariwisata
Apabila desa bersangkutan memiliki obyek wisata, yang bersifat peninggalan sejarah (istana,benteng,adatistiadat, dan rumah adat), pemandangan alam yang indah atau yang memiliki ciri khas (seperti arung jeram, pemandian, dan lainnya). Kegiatan-kegiatan lainnya yang menunjang dan terkait (misalnya hotel/penginapan, kerajinan cenderamata).
4)      Desa Industri non Pertanian
Industri non pertanian ini, meliputi :
a)   Industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan, dan penerbitan.
b)  Industri barang galian bukan logam kecuali minyak bumi dan batu bara.
Beberapa macam tipologi desa telah diutarakan di atas maka selanjutnya adalah mencoba menguraikan tentang ciri dari aspek kegiatan menurut masing-masing tipologi desa yaitu desa agrobisnis, agroindustri, dan desa pariwisata, aspek kegiatan dari tipologi desa meliputi 10 macam, yaitu :
1.   Orientasi produk
2.   Orientasi produksi dan skala produksi
3.   Orientasi usaha
4.   Orientasi pemerataan pemasaran
5.   Keterkaitan anatr sektor
6.   Target usaha
7.   Penerapan teknologi
8.   SDM (Sumber Daya Manusia)
9.   Kelembagaan ekonomi dan sosial
10.  Partisipasi masyarakat
Baris ke kanan meliputi tiga macam tipologi desa yaitu : (1) desa agrobisnis, (2) desa agroindustri, dan (3) desa pariwisata
Berikut ini akan dikemukakan ciri-ciri menurut aspek kegiatannya, meskipun secara umum dan bersifat sangat sederhana tetapi diharapkan dapat diperoleh gambaran yang diperlukan dalam penyusunan strategi kebijakan pembangunan desa.
Ciri-ciri kegiatan desa agrobisnis dan agro industri dapat dibandingkan sebagai berikut ;
1.      Orientasi produk desa desa agrobisnis : umumnya produk yang dihasilkan dalam bentuk bahan mentah dan kualitas produknya adalah relatif tetap artinya belum mengalami pengolahan pasca panen, misalnya komoditas bahan pangan. Sedangkan pada desa agroindustri produk yang dihasilkan telah mengalami pengolahan pasca panen sehingga memperoleh nilai tambah.
2.      Orientasi produksi dan skal produksi pada desa agro bisnis sebagaian besar adalah tersebar mendekati lokasi lahan yang diolah sedangkan pada desa agroindustri lokasi kegiatan biasanya berada pada pusat desa. Skala produksi kedua jenis desa tersebut adalah kecil-kecil, dan suplai komoditas yang dihasilkan adalah tidak elastis terhadap perubahan harga artinya, pertambahnya permintaan terhadap komoditas tersebut tidak dapat dipenuhi dalam waktu yang singkat, kerena penanaman jenis komoditas yang dimaksud, dibutuhkan beberapa waktu lamanya.
3.      Orientasi usaha pada desa agrobisnis, yaitu (a) kegiatan usaha agrobisnis dari waktu ke waktu dipengaruhi oleh musim (sedangkan pada desa agroindustri kurang terpengaruh oleh musim), (b) kegiatan usaha agrobisnis umumnya bersifat usaha individual (perorangan), sedangkan pada desa agroindustri merupakan usaha kecil yang melibatkan beberapa orang.
4.      Orientasi pemasaran pada desa agrobisnis : pada umumnya untuk melayani pasar pada tingkat desa (sedangkan pada desa agroindustri, lingkup pemasarannya lebih luas yaitu meliputi beberapa desa, dan bahkan lebih luas lagi).
5.      Keterkaitan antar sektor pada desa agrobisnis adalah bersifat forward linkage (mata rantai ke depan), hasil produksinya (bahan pangan) untuk dipasarkan untuk kebutuhan penduduk (masyarakat desa dan di luar desa) dan digunakan sebagai bahan baku untuk industri atau diekspor (komoditas perkebunan). Pada desa agroindustri, keterkaitan antar sektor bersifat backward linkage (mata rantai ke belakang) yaitu membutuhkan bahan baku yang dihasilkan oleh desa agrobisnis, dan bersifat pula forward linkage (mata rantai ke depan) yaitu hasil produksi dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau digunakan sebagai bahan baku industri lain.
6.      Target usaha pada desa agrobisnis masih bersifat sederhana, yaitu asala tidak ragu atau asal dapat menutupi kebutuhan hidup keluarga, sedangkan pada desa agroindustri adalah menciptakan nilai tambah dan memperoleh laba walaupun tidak tinggi karena mutu produknya masih rendah.
7.      Pada desa agrobisnis penerapan teknologi pada sistem pertanian masih relatif sederhana, walaupun telah menggunakan sarana produksi pertanian (seperti traktor, pupuk dan bibit unggul), sedangkan pada desa agroindustri telah digunakan teknologi tepat guna (seperti pabrik penggilingan padi, pabrik tepung jagung, pakan ternak, dan lainnya).
8.      Pada desa agrobisnis tingkat pendidikan sumberdaya manusia (SDM) utamanya petani dan nelayan dapat dikatakan masih relatif rendah, sedangkan pada desa agroindustri menunjukan bahwa penduduk telah berketerampilan (meskipun sederhana) untuk melayani industri kecil yang terdapat di daerah pedesaan.
9.      Lembaga-lembaga sosial dan ekonomi pada desa agrobisnis sudah terbentuk tetapi fungsinya belum optimal, di desa agroindustri mirip keadaannya pada desa agrobisnis. Tetapi pada desa agroindustri relatif lebih terarah kepada kepentingan sosial (hubungan antara sudah pemilik, pengelola pabrik dengan tenaga kerja karyawan).
10.  Tingkat pasrtisipasi masyarakat desa agrobisnis telah menunjukan cukup besar meskipun masih kurang menunjang kepada peningkatan produksi, lebih banyak diarahkan kepada kegiatan dan kebutuhan sosial. Pada desa agroindustri partisipasi masyarakat lebih diarahkan kepada kegiatan produksi (industri kecil dan kerajinan rakyat) yang berorientasi kepada pasar.        
Tabel 2.1
Ciri-ciri Menurut Aspek Kegiatan dan Jenis Tipologi Desa
Ciri – ciri
Jenis Tipologi Desa
Agrobisnis
Agroindustri
Pariwisata
Aspek kegiatan
Tanaman pangan
Ø Hortikultural
Ø Perkebunan
Ø Perikanan
Ø Peternakan
Ø Kehutanan
Industri :
Ø Tepung beras
Ø Makanan ternak
Ø Penggilingan
Ø Padi
Ø Lainnya
Objek wisata :
Ø Peninggalan sejarah
Ø Budaya
Ø Pemandangan indah

1.    Orientasi produk
Ø Bahan mentah
Ø Kualitas produk tetap
Ø Pengolahan pasca panen (nilai tambah)
Ø Jasa (alamiah)
Ø Bersifat konstan
2.    Orientasi produksi dan skala produksi
Ø Tersebar mendekati lokasi lahan
Ø Skala produksi kecil
Ø Tidak elastis terhadap perubahan harga
Ø Lokasi pada pusat desa
Ø Skala produksi kecil
Ø Suplainya inelastis
Ø Lokasional
Ø Untuk pasar luar dan dalam negeri
3.    Orientasi usaha
Ø Dari waktu ke waktu dipengaruhi musim
Ø Individual
Ø Pengolahan bahan baku
Ø Keterkaitan antar sektor
Ø Kurang terpengaruh musim
Ø Usaha kecil
Ø Daya tarik objek
Ø Aksesibilitas
Ø Pelayanan
Ø Dikelola oleh usaha swasta
4.    Orientasi pemasaran
Ø Tingkat desa
Ø Beberapa desa
Ø Pengunjung dari luar
5.    Keterkaitan antar sektor
Ø Forward linkage
Ø Backward dan foward linkage
Ø Internasional / nasional / regional
6.    Target usaha
Ø Asal dapat menutupi kebutuhan keluarga
Ø Menciptakan tambah dan laba yang tidak tinggi
Ø Dokelola secara bisnis dan komersial
7.    Penerasapan
Ø Sistem pertanian sederhana walaupun telah menggunakan prasarana dan sarana produksi pertanian
Ø Teknologi tepat guna
Ø Teknologi seni budaya
8.    SDM
Ø Tingkat pendidikan rendah
Ø Sudah memiliki keterampilan meskipun masih sederhana
Ø Telah memiliki pengalaman menerima tamu dri luar
9.    Kelembagaan :
b.    Masyarakat.
c.    Ekonomi
Ø Sudah terbentuk (misalnyaP3A dan KUD) tetapi kegiatannya belum optimal
Ø Lebih terarah kepentingan sosial
Ø Sudah berperan secara aktif
10.              Pastisipasi
Ø Cukup besar tetapi kurang menunjang peningkatan produksi
Ø Diarahkan kegiatan produksi pengolahan
Ø Menunjang secara positif
Sumber: Adisasmita dan Raharjo (2006:23)
Ciri-ciri untuk desa pariwisata dapat disebutkan seperti tercantum pada kolom paling kanan Tabel 1.1. Sedangkan untuk desa non pertanian itu meliputi banyak jenis tipe desa (perdagangan, pendidikan, kerajinan dan lainnya) oleh karena itu tidak ditampilkan pada tabel diatas.
1.      Lokasi berbagai usaha dan kegiatan-kegiatan (sektoral dan sub sektoral) yang bersifat menyebar dan memusat.
2.      Terdapat pusat-pusat pelayanan dan pertumbuhan pedesaan dalam besaran yang kecil-kecil yang membentuk susunan (konfigurasi) pusat-pusat lokal yang efektif dalam lingkup suatu kawasan.
c.       Tipologi Desa Berdasarkan Kemampuan keswadayaannya.
Tipologi desa dapat pula dilakukan berdasar kemampuan keswadayannya, yaitu meliputi :
1)      Desa Terbelakang atau Desa Swadaya
Desa terbelakang adalah desa yang kekurangan sumber daya manusia atau tenaga kerja dan juga kekurangan dana sehingga tidak mampu memanfaatkan potensi yang ada di desanya. Biasanya desa terbelakang berada di wilayah yang terpencil jauh dari kota, taraf berkehidupan miskin dan tradisional serta tidak memiliki sarana dan prasarana penunjang yang mencukupi. Desa swadaya biasanya adalah akibat tidak tersentuhnya perhatian Pemerintah dan tidak seimbangnya anggaran biaya pembangunan. Sehingga desa ini menjadi sangat tertinggal dan tidak mengalami kemajuan yang signifikan bahkan menjadi stagnasi.
Ciri-cirinya:
a)      Sebagai besar kehidupan penduduknya masih menggantungkan pada alam.
b)      Hasilnya untuk mencukupi kebutuhan sehari.
c)      Administrasi desa belum dilaksanakan dengan baik.
d)     Lembaga-lembaga desa belum berfungsi dengan baik.
e)      Tingkat pendidikan dan produktivitas penduduknya masih rendah.
f)       Belum mampu dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sendiri.
2)      Desa Sedang Berkembang atau Desa Swakarsa
Desa sedang berkembang adalah desa yang mulai menggunakan dan memanfaatkan potensi fisik dan non fisik yang dimilikinya tetapi masih kekurangan sumber keuangan atau dana. Desa swakarsa belum banyak memiliki sarana dan prasarana desa yang biasanya terletak di daerah peralihan desa terpencil dan kota. Masyakarat pedesaan swakarsa masih sedikit yang berpendidikan tinggi dan tidak bermata pencaharian utama sebagai petani di pertanian saja serta banyak mengerjakan sesuatu secara gotong royong.
Ciri-cirinya: 
a)      Sudah mampu menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri.
b)      Lembaga social desa dan pemerintahan sudah berfungsi.
c)      Administrasi desa sudah berjalan.
d)     Adat-istiadat mulai longgar.
e)      Mata pencaharian mulai bearagam. 
f)       Sudah ada hubungan dengan daerah sekitarnya. 
3)      Desa maju atau Desa Swasembada
Desa maju adalah desa yang berkecukupan dalam hal Sumber Daya Manusia (SDM) dan juga dalam hal dana modal sehingga sudah dapat memanfaatkan dan menggunakan segala potensi fisik dan non fisik desa secara maksimal. Kehidupan desa swasembada sudah mirip kota yang modern dengan pekerjaan mata pencaharian yang beraneka ragam serta sarana dan prasarana yang cukup lengkap untuk menunjang kehidupan masyakarat pedesaan Maju.
Ciri-cirinya:
a)      Sarana dan prasarana desa lengkap 
b)      Pengelolaan administrasi telah dilaksanakan dengan baik
c)      Pola piker masyarakat lebih rasional
d)     Mata pencaharian penduduk sebagaian besar di bidang jasa dan perdagangan
d.      Tipologi Desa dapat pula dibedakan yaitu : 1) desa maju, 2) desa kurang maju, 3) desa berpenduduk padat, dan 4) desa terisolasi atau desa perbatasan.
e.       Tipologi Desa dapat dilihat dari keterkaitan antara dua variabel/faktor misalnya : 1) antara tingkat kemakmuran (yang dicerminkan oleh tingkat pendapatan perkapita masyarakat), dan 2) kemampuan berkembangnya suatu daerah pedesaan yang diperlihatkan oleh tingkat pertumbuhan PDRB-nya.
f.       Tipologi Desa (daerah) dapat pula dikelompokan berdasarkan keterkaitan antara potensi pertumbuhan (growth potential) dengan ketersediaan prasarana dan sarana pembangunan.
            Potensi pertumbuhan (growth potential) meliputi sumber daya penduduk dan sumber daya alam yang dicerminkan oleh kegiatan-kegiatan sektoral dan sub sektoral di daerah pedesaan yang bersangkutan (sub sektoral tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan). Sedangkan prasaran pembangunan meliputi ketersediaan jaringan jalan dan irigasi. Dan sarana pembangunan mencakup fasilitas pelayanan ekonomi (pasar, terminal, sarana angkutan, bank koperasi, dan lainnya) dan fasilitas pelayanan sosial (fasilitas pendidikan seperti sekolah dan fasilitas kesehatan misalnya Puskesmas, puskesmas pembantu, klinik keluarga, dan lainnya).